

Di sebuah ruangan sederhana, Kevin Gani berdiri di tengah lingkaran para relawan yang mengenakan rompi hijau bertuliskan “Garda Pangan Volunteer“. Tangannya bergerak perlahan, memberi arahan dengan nada tenang dan penuh semangat. Para relawan muda mendengarkan dengan seksama, tangan mereka bersarung plastik, siap memulai kegiatan penyortiran makanan.
Kevin Gani sedang memberikan arahan kepada para relawan (foto: SIA25 Booklet)
Suasananya sederhana, namun terasa hangat dan sarat akan makna. Dari dapur kecil di jantung Kota Surabaya inilah, sebuah gerakan besar lahir bernama Garda Pangan, sebuah gerakan yang menebar harapan lewat food bank.
Gerakan ini bukanlah sekadar tentang menyelamatkan makanan. Lebih dari itu, ini adalah ikhtiar menghidupkan kembali rasa kemanusiaan di tengah ironi negeri yang kaya pangan, tetapi masih banyak warganya yang berjuang melawan rasa lapar.
Garda Pangan, Lahir dari Sebuah Keresahan
Garda Pangan berdiri pada tahun 2017, lahir dari keresahan sederhana namun mendalam. Saat itu, salah satu pendirinya, Dedhy Trunoyudho, yang berprofesi sebagai pengusaha katering pernikahan, kerap menghadapi masalah pembuangan makanan setiap pekannya. Dari sisi bisnis, membuang makanan adalah cara tercepat, murah dan praktis. Namun bagi istrinya, Indah Audivtia, kebiasaan itu terasa menyesakkan dan membuatnya resah.
“Melihat makanan yang masih layak, tetapi dibuang begitu saja rasanya tidak nyaman,” begitulah kira-kira yang dirasakan Indah saat itu. Dari kegelisahan itulah, mereka akhirnya tergerak untuk melakukan sesuatu yaitu mendonasikan makanan berlebih kepada yang membutuhkan.
Tak lama kemudian, keduanya bertemu dengan Eva Bachtiar, sosok yang juga memiliki kepedulian serupa terhadap isu pembuangan makanan berlebih. Akhirnya dari pertemuan tiga orang ini, lahirlah gagasan membentuk gerakan food bank di Surabaya.
Mungkin ada yang bertanya-tanya apa sebenarnya food bank itu? Food bank merupakan organisasi yang mengumpulkan makanan berlebih (surplus food) dari berbagai sumber lalu mendistribusikannya ke masyarakat yang membutuhkan.
Lalu, tak butuh waktu lama, mereka menamai food bank ini dengan sebutan Garda Pangan, gerakan yang akan menjadi salah satu pelopor penyelamatan makanan di Indonesia.
Setahun kemudian, tepatnya pada 2018, seorang mahasiswa bernama Kevin Gani bergabung menjadi relawan. Latar belakangnya di bidang sosial dan komunikasi membuatnya cepat menjadi motor penggerak. Dan kini, Kevin telah dipercaya sebagai Ketua Yayasan Garda Pangan, meneruskan semangat awal para pendirinya.
“Kalau kita ngebuang sampah makanan setidaknya ada tiga kerugian yang kita alami, kak,” ujar Kevin kepada saya saat diwawancarai via WhatsApp. “Yang pertama kerugian dari segi ekonomi. Terus yang kedua dari sektor lingkungan. Ketika sampah yang dibuang itu tertumpuk di TPA maka akan mengeluarkan gas metana yang 23 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida. Dan yang ketiga, hal ini juga turut berkontribusi terhadap perubahan iklim,” jelasnya lagi.
Terlebih lagi terdapat fakta yang mengejutkan. Di negeri yang subur, penghasil pangan melimpah ini ternyata menyimpan Ironi. Indonesia menjadi negara pembuang sampah terbesar kedua di dunia atau menjadi peringkat pertama di negara ASEAN. Sementara itu di sisi lain, ada 19,4 juta penduduknya masih hidup dalam kelaparan. Sungguh miris!
Dorongan itulah yang akhirnya membuat Kevin berusaha kuat untuk terus memperluas jangkauan Garda Pangan. Mereka berupaya menjalankan beragam program penyelamatan makanan. Salah satunya dengan food rescue, yaitu upaya menyelamatkan makanan surplus dari industri hospitality, seperti hotel, restoran, kafe, bakery, katering, hingga acara besar.
Relawan Garda Pangan sedang melakukan food rescue di salah satu mitra kerja sama (foto: web gardapangan.org)
Setiap hari, tim Garda Pangan menjemput makanan yang tidak terjual dari mitra kerja sama, lalu menyortir dan mengemas ulang dengan higienis. Makanan itu kemudian disalurkan kepada masyarakat pra-sejahtera di berbagai tempat yang ada di Kota Pahlawan.
Akhirnya, tahun demi tahun, gerakan Garda Pangan membuktikan bahwa langkah kecil yang berawal dari sebuah keresahan itu, bisa membawa perubahan besar yang berdampak nyata.
Membangun Kepercayaan, Menjaga Keamanan
Garda pangan memang bukan gerakan yang tumbuh secara instan. Akan tetapi, sejak awal berdirinya, Kevin dan tim selalu berupaya memastikan bahwa setiap makanan yang disalurkan benar-benar layak untuk dikonsumsi.
Mereka memiliki SOP ketat untuk food safety dengan metode organoleptik, yaitu mengecek makanan dari aroma, tekstur, dan rasa. “Kami tidak sekadar mengumpulkan dan membagikan,” jelas Kevin. “Kami memastikan setiap makanan aman dan layak dikonsumsi.”
Terlebih lagi, tantangan terbesar Garda Pangan adalah menjaga kepercayaan dari para pelaku usaha yang bekerja sama. Tidak sedikit hotel dan restoran yang awalnya ragu dan khawatir soal tanggung jawab dan keamanan. Maklum saja mereka takut disalahkan bila terjadi apa-apa.
Selain itu, masih banyak yang belum paham tentang konsep food bank di Indonesia. Jadi, harus ada assessment yang cukup mendalam dari para pelaku usaha untuk mempercayakan surplus makanannya ke Garda Pangan
“Ada yang butuh waktu hampir setahun sebelum akhirnya mereka percaya pada sistem kamu,” kenang Kevin. Karena itulah, bagi Kevin, menjaga kepercayaan mitra menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
Untuk makanan yang tidak lolos pengecekan pun tetap dimanfaatkan. Garda Pangan mengolahnya menjadi pakan ternak melalui biokonversi maggot BSF (Black Soldier Fly). Sistem ini tentu saja tidak hanya sekadar menekan jumlah sampah makanan, tetapi juga menjadi solusi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Kevin dan Tim Garda Pangan sedang mengolah sampah organik dengan biokonversi maggot BSF (foto: SIA25 Booklet)
Bahkan dari yang awalnya hanya mengelola 500-800 kilogram sampah makanan per hari. Sekarang @maggot_gardapangan ini telah berhasil meningkatkan pengelolaan sampah organik menjadi 3 ton per hari. Angka yang fantastis kan?
Atas usaha mereka menjaga kepercayaan dan keamanan tersebut, sekarang Garda Pangan bisa bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Hotel Sheraton, Sayur Box, Toko kopi Tuku dan banyak perusahaan lainnya.
Kerjasama Garda Pangan dengan Toko Kopi Tuku (foto: SIA25 Booklet)
Dengan pendekatan ilmiah dan tanggung jawab sosial inilah, Garda Pangan tumbuh tidak sekadar jadi food bank, tetapi juga menjadi penggerak zero food waste di Indonesia. Begitu menginspirasi!
Kisah dari Sebuah Gayung Kotor yang Menggerakkan Ribuan Hati
Dari perjalanan panjang Garda Pangan, ada satu kisah yang selalu diingat oleh Kevin. Suatu kali, saat melakukan food rescue di daerah Joyoboyo, Surabaya, ia bertemu dengan seorang nenek lanjut usia yang tinggal sendirian di bedeng sempit.
“Ketika saya hendak memberikan makanan, beliau tidak punya piring, ” ucap Kevin dengan nada lirih. “Akhirnya, nenek itu mengambil gayung kotor untuk dijadikan wadah makanan.”
Momen itu menampar kesadaran banyak orang yang ada di timnya termasuk Kevin sendiri. Di tengah gemerlapnya kota besar kedua di Indonesia, masih ada orang yang bahkan tidak memiliki piring untuk makan. Sejak hari itulah, Kevin Gani mengaku jadi ketagihan untuk melakukan food rescue.
Moto Garda Pangan yang menjadi pengingat sederhana namun memberikan makna yang sangat kuat:
“Why bin when you can feed people ini need?”
Untuk apa dibuang, kalau bisa memberi makan mereka yang membutuhkan?
Kini, Garda Pangan telah mendistribusikan lebih dari 577.000 porsi makanan kepada hampir 28.000 penerima manfaat yang tersebar di 173 titik kantong kemiskinan di Surabaya. Penerima manfaatnya beragam, mulai dari keluarga pra-sejahtera, warga difabel, lansia, anak jalanan, hingga panti asuhan.
Untuk mewujudkan semua itu, Garda Pangan melibatkan lebih dari 1.500 relawan dari berbagai usia, profesi dan latar belakang. Ada pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga ibu rumah tangga. Seperti Hani yang bergabung sejak 2022 dan Duwik yang bergabung sejak 2017.
Kedua Relawan yang mencurahkan isi hati dan pengalaman mereka sejak bergabung di Garda Pangan (foto: IG @gardapangan)
“Setiap relawan punya peran,” tutur Kevin. “Ada yang mengangkut, menyortir, mendistribusikan makanan hingga mengelola sampah organik dari makanan yang tidak layak konsumsi. Namun, ada yang paling penting yakni mereka jadi lebih belajar menghargai makanan.”
Dari dapur ke dapur, dari tangan ke tangan, Garda Pangan menyalurkan lebih dari sekadar makanan, mereka menebar harapan bagi banyak orang.
Mengubah Sisa jadi Cinta, Menebar Edukasi untuk Semua
Masalah pemborosan makanan tidak hanya datang dari dapur restoran dan meja makan masyarakat, tetapi juga dari ladang. Faktanya, 20-40% hasil panen di dunia terbuang bahkan sebelum sampai ke pasar, hanya karena tampilannya dianggap tidak sempurna. Buah yang sedikit berbintik atau sayuran yang bengkok sering kali tidak laku dijual, meskipun masih segar dan bernutrisi. Fenomena ini dikenal dengan istilah ugly produce.
Melihat kenyataan itu, Garda Pangan mengembangkan program gleaning yaitu mengumpulkan hasil panen yang ditinggalkan petani karena tidak memenuhi standar pasar. Sayur dan buah-buahan tersebut kemudian dikemas dan disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Langkah sederhana ini mampu membantu petani mengurangi kerugian sekaligus memastikan hasil bumi tidak berakhir di tempat sampah.
Program gleaning yang dilakukan tim Garda Pangan di kebun jeruk (foto: IG @gardapangan)
Lalu, apakah gerakan Garda Pangan berhenti sampai di sini saja? Oh, tentu tidak! Garda Pangan juga menyentuh sisi budaya masyarakat Indonesia yang gemar berbagi makanan saat hari raya atau acara besar.
Dari situ lahirlah program food drive, yaitu mengumpulkan makanan berlebih dari momen-momen tertentu seperti Idul Fitri, pesta pernikahan, hingga acara kampus. Mereka bekerja sama dengan BEM universitas, wedding organizer, hingga komunitas lokal, untuk menyalurkan makanan sisa acara agar tidak terbuang percuma.
Selain menyelamatkan makanan, Garda Pangan juga berfokus pada edukasi publik tentang pentingnya mengurangi sampah makanan. Berdasarkan survei terhadap 321 responden di 31 kecamatan yang ada di Kota Surabaya, sebagian besar masyarakat belum tahu langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk berkontribusi.
Untuk itulah, Garda Pangan rutin menggelar kampanye kreatif di media sosial dan Car free Day, menghadirkan ide-ide praktis agar masyarakat lebih bijak dalam mengelola makanan. Bahkan, mereka menanamkan kesadaran ini sejak dini melalui edukasi anak-anak dengan pendekatan gamifikasi atau permainan seru yang membuat pesan tersampaikan tanpa menggurui.
Semua itu mereka lakukan sebagai wujud menebarkan satu pesan yang sama yakni makanan bukan sekadar kebutuhan, melainkan anugerah yang harus dijaga dan dihargai.
Mandiri tanpa Eksploitasi, Bergerak dengan Nurani
Sebagai lembaga sosial, Garda Pangan berusaha menjaga kemandiriannya agar gerakan ini tetap berjalan dengan hati yang murni. Kevin Gani menjelaskan bahwa sekitar 20-30 persen biaya operasional berasal dari donasi, sedangkan sisanya diperoleh dari kerja sama program edukasi dan layanan pengelolaan limbah bersama mitra bisnis.
“Ketika terlalu bergantung pada donatur, kadang arah gerakan bisa berubah,” jelas Kevin. “Kami tidak ini gerakan ini terjebak pada eksploitasi kemiskinan. Kami sangat menghindari itu.”
Bagi Kevin Gani dan tim Garda Pangan, menjaga idealisme adalah bagian dari tanggung jawab moral.
Selain itu, gerakan ini tidak hanya menyalurkan makanan saja, tetapi juga mengubah cara pandang masyarakat terhadap pangan. Ia percaya, perubahan tidak hanya soal berapa banyak perut yang kenyang, tetapi juga berapa banyak kesadaran yang tumbuh.
“Harapan terbesar kami, sampah pangan bisa berkurang. Semoga semakin banyak orang yang sadar soal sampah makanan, dan manajemen limbah kita bisa makin luas, sehingga lebih banyak makanan surplus yang bisa tertangani,” ungkap Kevin dengan penuh harap.
Ia menambahkan, “Kami juga berharap semakin banyak orang yang memahami bahwa sepiring nasi yang ada di depan kita melewati proses yang sangat panjang. Dari bibit, distribusi, hingga akhirnya tersaji di meja. Ketika kita sadar akan hal itu, otomatis kita juga akan lebih peduli terhadap isu sampah makanan.
Relawan Garda Pangan menghangatkan makanan hasil dari food rescue sebelum dibagikan (foto: IG @gardapangan)
Bagi Kevin dan tim Garda Pangan, gerakan ini adalah panggilan nurani. Sebuah langkah kecil yang diharapkan menumbuhkan budaya baru, budaya menghargai makanan dan kehidupan.
Satukan Gerak, Terus Berdampak lewat Jejak Kebaikan
Jejak langkah Kevin dan Garda Pangan membuktikan bahwa kebaikan tidak selalu dimulai dari hal besar. Kadang, ia tumbuh dari keresahan kecil, dari sepiring makanan yang terselamatkan, dan dari tangan-tangan yang tergerak untuk berbagi.
Gerakan ini menyatukan banyak hati dalam satu visi yakni “mewujudkan Indonesia bebas lapar lewat pendistribusian makanan berlebih” sekaligus menjaga bumi, memberdayakan manusia, dan menghargai setiap remah kehidupan. Dari dapur ke dapur, dari tangan ke tangan, mereka menebarkan harapan lewat food bank yang tak hanya memberi makan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran.
Atas dedikasi dan konsistensi dalam menjaga keberlanjutan pangan, akhir tahun lalu, Kevin Gani dan Garda Pangan berhasil menerima Apresiasi 15th SATU Indonesia Awards 2024 kategori Lingkungan, melalui inisiatif “Perjuangan Pangan Berkelanjutan”.
Kevin Gani bersama Presiden Direktur PT Astra International Tbk dan keempat pemenang Astra 15th Satu Indonesia Awards 2024 lainnya (foto: web tempo.co)
Penghargaan ini menjadi bukti bahwa ketika banyak hati bersatu dalam satu niat dan satu gerak, kebaikan itu bisa menular, menumbuhkan dan berdampak nyata.
Dari setiap langkah kecil yang dilakukan Garda Pangan, kita belajar bahwa menebar kebaikan tidak melulu membutuhkan kekayaan, tetapi kepedulian yang tak lekang oleh waktu.
Yang dilakukan Kevin Gani dan para relawan tak sekadar menyelamatkan makanan, tetapi juga menyelamatkan makna kemanusiaan. Mereka menjadi jembatan bagi ribuan perut yang lapar dan hati yang penuh pengharapan.
*****
Referensi:
- Wawancara langsung dengan Kevin Gani via Aplikasi WhatsApp
- SIA25 BOOKLET – KICK OFF (https://online.fliphtml5.com/lsnfk/ipqi/)
- Instagram @gardapangan (https://www.instagram.com/gardapangan/)
- Website Garda Pangan (https://gardapangan.org/)
#SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia #APA2025-PLM