Di suatu pagi yang tenang di Nagari Sungai Pinang, terdengar derap langkah kecil memecah kesunyian. Nampak, sekelompok individu menyusuri hamparan pasir menuju Pantai Manjuto. Di sana, mereka bersemangat melakukan sebuah ritual sederhana namun penuh makna yakni pencarian propagul mangrove.
Mungkin kamu bertanya-tanya apa itu propagul mangrove? Pada dasarnya, propagul mangrove adalah buah dari tanaman mangrove yang sudah mulai berkecambah dan berperan penting dalam proses regenerasi ekosistem mangrove.
Bukan semata-mata kegiatan untuk mengisi waktu luang, pencarian bibit mangrove ini adalah langkah kecil mereka untuk lingkungan. Mengembalikan asa dan menyulam kembali ekosistem yang telah lama terabaikan.
Setiap bibit yang terkumpul bukan hanya sekadar jadi tanaman saja, melainkan harapan yang berakar di pasir, menyatu dengan visi akan masa depan pesisir selatan yang hijau dan berkelanjutan.
Keprihatinan di Tengah Keindahan
Awal tahun 2023 yang lalu, saya dan keluarga berkesempatan mengunjungi Pesisir Selatan pulau Sumatera, sebuah pengalaman yang benar-benar tak akan kami lupakan. Sepanjang perjalanan, pemandangan laut yang memesona tak henti-hentinya membuat kami terpukau.
Air laut yang biru berpadu dengan warna hijau, pulau-pulau kecil dengan perbukitan, kilauan cahaya yang memantul dari pasir pantai yang putih, semuanya membentuk lanskap yang begitu indah. Rasanya sulit untuk tidak mengakui bahwa laut di Pesisir Selatan adalah salah satu keajaiban alam yang luar biasa.
Momen yang paling membekas adalah ketika kami menikmati panorama dari Bukit Mandeh, sebuah tempat yang sering dijuluki ‘Raja Ampat-nya Sumatera’. Dari ketinggian, terlihat gugusan pulau dengan air laut sebening kristal yang membentang, seolah mengundang untuk dieksplorasi lebih dalam.
Namun sayangnya, di balik keindahan tersebut, ada kenyataan yang memilukan. Di sepanjang jalan, terlihat sampah yang berserakan di daerah pantai dan laut menjadi bukti nyata dampak buruk perilaku manusia yang abai terhadap lingkungan. Kekecewaan akhirnya muncul saat melihat tempat seindah ini tercemar limbah dan sampah.
Setelah saya coba telusuri lebih jauh, ternyata bukan hanya masalah sampah di Pesisir Selatan ini yang mengiris hati, ada fakta yang lebih mencengangkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Bung Hatta pada tahun 2004, mengungkapkan bahwa kondisi terumbu karang di perairan Pesisir Selatan semakin mengalami kerusakan. Dari total luas terumbu karang yang mencapai 1.278,18 hektare, hanya sekitar 30 persen yang masih berada dalam kondisi baik.
Belum lagi menurut data terbaru di tahun 2023 yang dikumpulkan oleh WALHI Sumbar, sekitar 30 ribu hektar lahan mangrove telah kehilangan fungsinya. Hal ini disebabkan oleh perubahan lahan yang kini dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi. Akibat alih fungsi tersebut, beberapa area pesisir bahkan mengalami penyusutan daratan hingga mencapai 20 meter. Sungguh miris bukan? Jujur, ada rasa tidak rela jika tempat seindah ini akan rusak oleh tangan-tangan jahil manusia.
Bersyukur di tengah keprihatinan ini, ada secercah harapan dari sosok seperti David Hidayat dan komunitas Andespin (Anak Desa Sungai Pinang). Mereka adalah penjaga sejati yang merawat dan melindungi Pesisir Selatan dengan penuh dedikasi. Andespin, yang menjadi simbol “Penjaga Laut Pesisir Selatan,” memulai gerakan untuk menjaga kebersihan dan konservasi kawasan ini. Sungguh saya jadi penasaran dengan kiprah mereka!
Inisiasi dari Sebuah Gerakan Besar
David Hidayat, pemuda kelahiran Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto IX Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada 28 Agustus 1987, tumbuh menjadi pribadi yang aktif dan peduli lingkungan. Semasa kuliah, keterlibatannya dalam berbagai aktivitas konservasi dan penyelaman membentuk pandangannya tentang pentingnya menjaga lingkungan
“Dulu saya aktif di klub selam mahasiswa, dan sering mengikuti kegiatan terkait konservasi lingkungan,” ungkap David saat saya wawancari melalui pesan daring.
Kegiatan menyelam inilah yang membuka matanya terhadap potensi yang belum tergarap di tanah kelahirannya, khususnya di bidang kelautan dan perikanan. Ia menyaksikan betapa besar kekayaan laut Nagari Sungai Pinang, namun ironisnya banyak yang terancam karena kurangnya perhatian. Dari pengalamannya tersebut, David mulai merasa ada panggilan untuk kembali ke desanya dan mengabdikan diri untuk membangun lingkungan pesisir yang lestari.
Akhirnya setelah meraih gelar Sarjana Perikanan dan Kelautan dari Universitas Bung Hatta, David pulang ke Nagari Sungai Pinang dengan tekad bulat. Ia tidak hanya ingin menikmati keindahan laut, tetapi juga ingin menjaga kelestariannya. Lebih dari itu, David berkeinginan kuat untuk menggali potensi ekonomi dari laut secara berkelanjutan, agar masyarakat setempat bisa hidup lebih sejahtera tanpa merusak lingkungan.
Sebagai langkah awal, pada tahun 2014, David resmi mendirikan Andespin (Anak Desa Sungai Pinang) atau yang dikenal juga dengan Andespin Deep West Sumatera, sebuah inisiasi yang menggabungkan upaya pelestarian ekosistem laut dengan pemberdayaan masyarakat lokal.
Melalui beragam kegiatan, mulai dari penanaman terumbu karang, membangun laboratorium hidup hutan mangrove hingga pelatihan teknik penangkapan ikan yang berkelanjutan, Andespin lah yang berperan penting dalam merealisasikan visi David tersebut.
Setiap Tujuan Pasti Ada Rintangan
Perjalanan David dan tim Andespin dalam menjaga kelestarian ekosistem laut Pesisir Selatan pulau Sumatera ini tidaklah selalu mulus. Setiap langkah maju yang mereka tempuh selalu dibarengi oleh berbagai rintangan.
Salah satu tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah mengubah kebiasaan yang sudah lama tertanam di masyarakat. Di tengah upaya konservasi dan pemberdayaan ekonomi lokal, mereka juga harus berhadapan dengan keraguan dan resistensi dari sebagian masyarakat.
Mengajak masyarakat untuk meninggalkan praktik yang bisa merusak lingkungan dan beralih ke metode yang lebih ramah lingkungan bukanlah hal yang mudah. Membutuhkan kesabaran dan ketekunan ekstra.
Selain itu, mereka juga menghadapi stigma yang sering melekat pada para sarjana yang memilih kembali ke kampung halaman. Bagi sebagian orang di desa, keputusan seperti ini dianggap kurang menguntungkan. Karena umumnya, kota besar dianggap menawarkan lebih banyak peluang. Padahal tidaklah selalu demikian.
Dengan tekad yang kuat, David memilih kembali dan mengabdikan diri untuk memajukan lingkungan serta perekonomian lokal. Dia mampu membuktikan bahwa aksi nyata berbicara lebih lantang daripada sekadar kata-kata.
Bersama komunitasnya, ia menjalankan serangkaian program untuk merawat ekosistem laut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Salah satu upaya penting mereka adalah pelestarian terumbu karang.
Sang Penjaga Laut Pesisir Selatan
Terumbu karang, yang menjadi rumah bagi beragam biota laut, kini menghadapi ancaman serius. Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (RPL) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 2,5 juta hektare terumbu karang yang tersebar di seluruh perairannya.
Terumbu karang ini menjadi rumah bagi 569 spesies berbeda, memperkaya keanekaragaman hayati laut Indonesia. Namun, yang memprihatinkan adalah sekitar 33,82 persen dari total luas tersebut kini berada dalam kondisi rusak atau kurang baik termasuk yang ada di daerah pesisir selatan pulau Sumatera ini.
Ini adalah salah satu postingan Instagram @andespindeepwestsumatera. David dan kawan-kawannya masih menyimpan asa bahwa kelestarian terumbu karang bisa diusahakan jika kita mau bergerak bersama.
Untuk itulah, dalam hal ini Andespin berkolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya Jasa Raharja Sumatera Barat. Pada tahun 2022, mereka mengadakan program transplantasi terumbu karang. Hasilnya menggembirakan. Terumbu karang yang ditanam mulai tumbuh subur, bahkan hampir menutupi media tanamnya.
Dalam pemantauan yang dilakukan oleh David dan tim Andespin pada 13 Juli 2023, terlihat bahwa terumbu karang tersebut berkembang dengan baik, menunjukkan keberhasilan upaya konservasi yang mereka lakukan.
Tak hanya itu saja, Andespin Deep West Sumatera juga melakukan kerja sama dengan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir & Laut (BPSPL) Padang. Kegiatan terbaru mereka pada tanggal 21-21 Agustus 2024 yang lalu adalah memonitor pertumbuhan anakan karang pada coral stock center yang ada di perairan Batu Kajang Pesisir Selatan.
Melalui langkah ini, David dan Andespin berharap terumbu karang yang telah tumbuh subur akan menjadi habitat baru bagi berbagai biota laut seperti ikan, udang, dan penyu. Mereka memahami bahwa menjaga ekosistem laut bukan hanya tanggung jawab mereka, tetapi juga warisan yang harus dijaga demi generasi mendatang.
Laboratorium Hidup Hutan Mangrove
“Pencapaian terbesar kami adalah, Sungai Pinang punya laboratorium hidup hutan mangrove dan terumbu karang serta keberadaan kelompok kami (Andespin) yang cukup menjadi membantu program pemerintah dalam hal pelestarian lingkungan.
Walaupun sebenarnya tidak ada pencapaian terbesar kak karena kami tidak punya target tertentu untuk setiap aksi kami. Dalam artian, selagi kami mampu untuk berbuat, kami akan terus berbuat”, ucap David Hidayat saat saya tanya apa pencapaian terbesar mereka.
Ya, begitulah. Andespin tidak hanya sekedar memusatkan perhatian pada ekosistem laut. Mereka juga mengajak masyarakat menjaga hutan mangrove yang penuh manfaat. Melalui kolaborasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Barat, Andespin telah menanam ribuan bibit mangrove di kawasan pesisir, menunjukkan bahwa pelestarian alam kini menjadi tanggung jawab bersama. Keterlibatan masyarakat, khususnya para ibu, menjadi bukti nyata bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan semakin meluas.
Upaya Andespin dalam pelestarian ini terus berkembang. Tahun 2023 yang lalu mereka telah berhasil menanam sekitar 9.000 bibit mangrove di pesisir, dan jika digabungkan dengan yang sebelumnya, totalnya mencapai lebih dari 14.000 hingga 15.000 bibit yang tersebar di kawasan tersebut.
Andespin juga bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) dalam memonitor pertumbuhan hutan mangrove. Mereka melakukan penyulaman pada beberapa bibit yang mati akibat tertutupnya jalur air di lokasi penanaman, sehingga sirkulasi air terhambat. Faktor lain pun turut berperan dalam kematian bibit-bibit tersebut.
Selanjutnya, gerakan mereka tidak terbatas pada penanaman dan perawatan bibit mangrove. Andespin juga menggandeng berbagai pihak, termasuk PT Semen Padang, untuk mewujudkan visi pelestarian pesisir. Salah satu langkah nyata dari kolaborasi ini adalah pembangunan dermaga hutan mangrove.
Dengan berbagai kolaborasi yang dijalin oleh Andespin ini menjadi bukti sinergi nyata antara komunitas, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam melindungi ekosistem laut dan kegiatan berkelanjutan lainnya di Pesisir Selatan.
Bergerak Bersama, Berkarya dan Berkelanjutan
Tidak hanya terbatas pada konservasi laut, Andespin melangkah lebih jauh dengan membawa pendidikan lingkungan langsung ke masyarakat, terutama generasi muda. Melalui program Rumah Belajar Andespin, anak-anak diajak untuk belajar memahami pentingnya menjaga alam sekitar.
Basecamp Andespin pun disulap menjadi ruang belajar yang dipenuhi dengan buku dan materi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan lingkungan. Tujuannya adalah menanamkan sejak dini kesadaran bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama.
Program Andespin ini juga menyentuh berbagai aspek kehidupan. Saat pandemi Covid 19 yang lalu, mereka mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk berkreasi dengan bahan-bahan dari hutan mangrove, seperti menghasilkan batik dan kopi mangrove. Tentu saja hal ini bukan hanya sekadar memberikan tambahan penghasilan, tetapi juga membangun kesadaran bahwa potensi alam yang diolah dengan bijak bisa memberikan manfaat untuk kita.
Sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat, Andespin mengadakan pelatihan dan sertifikasi selam. Masyarakat dilatih untuk lebih memahami ekosistem laut, sehingga mereka semakin sadar akan pentingnya melindungi ekosistem ini. Langkah ini tidak hanya melibatkan mereka dalam menjaga terumbu karang, tetapi juga memberdayakan mereka dengan keterampilan baru yang mendukung konservasi laut.
Tidak berhenti sampai disana saja. Baru-baru ada program ketahanan pangan yang turut menjadi bagian penting dari kegiatan Andespin. Melalui berkebun, mereka ingin mengajak masyarakat sekitar untuk memulai langkah kecil dalam ketahanan pangan.
Nurna atau yang biasa dipanggil Tek Nur, misalnya, setelah menyelesaikan tugas di area pembibitan mangrove, sering terlihat membantu di kebun yang tak jauh dari sana. Meskipun berhadapan dengan keterbatasan pengetahuan dan dana, usaha ini perlahan membuahkan hasil. Tanaman seperti cabai, jagung, dan sayuran mulai tumbuh subur, memberi secercah harapan akan ketahanan pangan lokal di Nagari Sungai Pinang ini.
Usaha ini menjadi bukti nyata bahwa perubahan dapat dicapai dengan kerja sama dan semangat yang berkelanjutan. Dari menjaga terumbu karang, melestarikan hutan mangrove hingga merintis perkebunan, Andespin terus berinovasi demi menjaga kelestarian lingkungan di Sungai Pinang, sekaligus menyiapkan generasi masa depan yang peduli dan terlibat aktif dalam upaya melindungi ekosistem Pesisir Selatan ini.
Sumber data :
- https://www.antaranews.com/berita/288121/70-persen-terumbu-karang-pesisir-selatan-rusak
- https://www.rri.co.id/sumatera-barat/daerah/429091/walhi-soroti-kerusakan-tanaman-mangrove-di-sumbar
- Wawancara daring dengan David Hidayat via aplikasi WhatsApp
- https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2023/assets/download/E-Book-SIA-2023-final.pdf
- https://www.instagram.com/andespindeepwestsumatera/
- https://infopublik.id/kategori/nusantara/520069/pandemi-covid-19-lahirkan-inovasi-ibu-ibu-nagari-sungai-pinang-pessel-ciptakan-batik-mangrove
- https://sulawesi.bisnis.com/read/20230710/540/1673530/perlu-perhatian-3382-persen-terumbu-karang-di-indonesia-rusak
Sumber foto :
- https://www.instagram.com/andespindeepwestsumatera/
- Koleksi Pribadi
- https://infopublik.id/