“Kamu bukan penyakitmu. Kamu memiliki kisah tersendiri untuk diceritakan.
Kamu memiliki nama, sejarah, kepribadian. Menjadi diri sendiri adalah bagian dari pertempuran.”
Julian Seifter
(Dokter spesialis ginjal dan profesor kedokteran di Harvard Medical School)
Lelaki yang penuh inspiratif itu berjalan dengan satu kaki palsu sambil mendorong sepedanya. Namanya M. Saleh, 78 tahun usianya kini. Beliau adalah pensiunan guru dan pernah menjadi kepala sekolah. Namun, siapa sangka beliau adalah orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).
Beliau bercerita, kusta hadir di kehidupannya saat ia berusia 4 tahun. Terdiagnosis penyakit kusta membuat pak Saleh dikucilkan di lingkungan tempat tinggalnya dulu yang berada di Cirebon. Bahkan kakaknya bilang padanya bahwa beliau ditakuti masyarakat lebih-lebih dari harimau.
Enam tahun sudah beliau bersekolah di SD, tetapi akhirnya Pak Saleh memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan lagi karena adanya diskriminasi dari banyak pihak.
Bertahun-tahun beliau tak mendapatkan pengobatan untuk penyakitnya tersebut. Namun, pada akhirnya Pak Saleh memutuskan untuk tidak menyerah dan berusaha mendapatan pengobatan di RS Sitanala Tangerang selama dua tahun. Walaupun mungkin sudah cukup terlambat. Kusta telah mengambil sebelah kakinya.
Setelah menunjukkan banyak perubahan, beliau mencoba meraih mimpinya kembali dengan melanjutkan pendidikan setara SMP di umur yang tak lagi belia yaitu 22 tahun. Lulus dari SMP, beliau mendapatkan tawaran untuk sekolah pendidikan guru (SPG) di tahun 65.
Akhirnya beliau lulus SPG dan mengajar di SD. Setelah menjadi guru selama 6 tahun, pak Saleh diangkat menjadi kepala sekolah hingga pensiun pada 1999 di usia 60 tahun.
Kegigihannya untuk terus berjuang meraih impian di tengah stigma dan diskriminasi begitu mengharukan dan menginspirasi bukan hanya bagi mereka orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan disabilitas. Akan tetapi, juga bagi saya.
Ya, cerita kusta memang tidak melulu tentang kisah kelam, tidak sedikit pula yang menginsipirasi. Akan tetapi, berapa banyak masyarakat yang tahu cerita-cerita penuh makna dan perjuangan itu? Ah, masih sangat jarang. Benar bukan? Padahal cerita inspiratif ini bisa menjadi mengikis stigma masyarakat tentang kusta dan membangun mental wellbeing bagi orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan disabilitas.
Mengungkap Fakta, Mengikis Stigma
Kusta, penyakit kutukan! Ya, itulah stigma yang paling melekat di masyarakat tentang penyakit kusta atau yang dikenal juga dengan sebutan penyakit lepra atau Morbus Hansen ini. Begitu banyak stigma lain tentang kusta yang bertebaran di masyarakat.
Stigma ini terbentuk karena ketidaktahuan atau rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit ini. Lalu apa saja stigma tentang kusta yang harus dihapuskan?
-
Kusta Sangat Mudah Menular
Informasi yang menyatakan bahwa kusta sangat mudah menyerang adalah mitos belaka. Faktanya walaupun benar kusta ini bisa menular melalui paparan lendir atau cairan hidung yang keluar dari tubuh penderita saat batuk maupun bersin tetapi tidak menular semudah penyakit flu.
Sebanyak 95% orang dewasa tidak dapat tertular kusta dengan mudah. Misalnya ada 100 orang yang berhubungan erat dalam jangka waktu lama dengan pasien kusta hanya sekitar 5% atau 5 orang saja yang berkemungkinan terinfeksi bakterinya. Itu pun tidak serta-merta langsung tertular terlebih lagi jika imun kita kuat.
Melainkan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dikarenakan penyakit kusta ini adalah penyakit yang masa inkubasinya termasuk yang paling lama yaitu sekitar 2-5 tahun bahkan ada yang sampai 10 tahun.
Penyakit ini juga sangat bisa dicegah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, memperkuat sistem imun, memperbaiki sistem sanitasi dan sirkulasi rumah, dan minum obat pencegahan bagi yang punya riwayat kontak erat dengan penderita.
Dengan kata lain, selama kita memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat, kusta tidak akan menular semudah yang dipikirkan.
-
Kusta Tidak Dapat Disembuhkan
Mitos seputar kusta lainnya adalah penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Kusta dapat disembuhkan melalui multidrug therapy yaitu dengan terapi mengonsumsi antibiotik dan beberapa obat lainnya sekaligus selama 12-24 bulan. Tenang, semua pengobatan kusta gratis atau tidak dipungut biaya khususnya saat berobat di puskesmas.
Sayangnya dengan adanya stigma negatif dan diskriminasi yang penderita kusta dapatkan sering membuat mental mereka down dan memilih bersembunyi di dalam rumah saja. Padahal semakin cepat ditangani maka semakin mudah juga penyakit ini bisa disembuhkan.
-
Kusta Penyakit Kutukan
Kusta bukan kutukan! Tidak pula berhubungan dengan dosa yang dilakukan. Penyakit ini murni disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Hal ini sudah dikuatkan dengan berbagai penelitian kesehatan yang sudah dilakukan oleh para ahli.
Jadi, jangan lagi mengaitkan penyakit ini dengan perilaku atau dosa yang menyebabkan seseorang dikutuk dengan kusta.
-
Kusta Penyakit Keturunan
Lepra (nama lain kusta) bukanlah salah satu penyakit yang bisa diturunkan melalui gen. Jika ada anggota keluarga penderita kusta yang kebetulan terkena penyakit ini juga, murni karena adanya kontak erat dengan penderita kusta yang belum menerima pengobatan dan terjadi dalam waktu lama serta secara terus menerus.
-
Hanya Menyerang Lansia dan Masyarakat Tidak Mampu
Berdasarkan informasi yang saya baca dari sebuah artikel di klikdokter.com bahwa menurut data dari Kemenkes RI pada tahun 2015, sebesar 8,9% kasus baru penyakit penyakit lepra atau Morbus Hansen ini juga diderita oleh anak-anak. Penyakit ini terlihat hanya diderita orang dewasa karena masa inkubasinya yang cukup lama.
Selain itu, kusta juga bukan hanya menyerang masyarakat tidak mampu saja, tetapi juga bisa seseorang yang memiliki kemampuan finansial. Hanya saja memang kenapa terlihat lebih banyak masyarakat tidak mampu saja? Hal ini disebabkan pemukiman yang tidak sehat dan imun yang lemah menjadi faktor utama mudahnya terkena penyakit kusta ini.
-
Penderita Harus Diisolasi
Satu lagi mitos yang menyesatkan seputar kusta yaitu penderitanya harus diisolasi. Padahal pasien lepra ini tak lagi menularkan penyakit dalam beberapa hari setelah menjalani pengobatan dengan antibiotik.
Karena itulah beri dukungan kepada penderita kusta untuk segera berobat dan menyelesaikan pengobatannya sesuai anjuran dokter agar infeksi tidak kembali lagi. Jadi jangan dihindari ya, apalagi sampai dikucilkan!
Melihat Potret Kusta di Indonesia
Kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf, kulit, dan mukosa saluran pernafasan atas. Penyakit ini termasuk ke dalam golongan kategori penyakit tropis terabaikan (neglected tropical disease). Walaupun bakteri penyakit kusta baru diketemukan pada tahun 1873, nyatanya penyakit ini sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi.
Menurut Kementerian Kesehatan RI diketahui penyakit ini sudah ada di India sejak 1400 SM, di Tiongkok 600 SM dan Mesotomia 400 SM. Pada masa purba tersebut telah terjadi pengasingan pada penderita kusta karena penyakit ini dipercaya sebagai kutukan dari Tuhan dan sering dihubungkan dengan dosa yang diperbuat. Ternyata stigma tersebut berlanjut hingga kini.
Di Indonesia sendiri, kusta masih menjadi masalah yang sangat kompleks. Banyak penderita kusta yang dikucilkan oleh lingkungan, tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapatkan pekerjaan, berpisah dengan pasangan dan ditolak di fasilitas umum bahkan fasilitas pelayanan kesehatan. Karena hal inilah, kusta tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja, tetapi meluas hingga menjadi masalah sosial, ekonomi dan budaya.
Dari yang saya baca dari p2p.kemkes.go.id, menyatakan bahwa berdasarkan data Kementerian Kesehatan per tanggal data 24 Januari 2022, tercatat jumlah kasus kusta yang terdaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Saat ini masih ada 6 Provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta di Indonesia yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Masih cukup banyak ya? Prevalensi kusta di 6 provinsi tersebut masih 1 : 10.000 penduduk, yang artinya setiap 10.000 penduduk di daerah tersebut terdapat satu penderita kusta. Dan saat melihat kecacatan tubuh yang dialami pasien kusta menunjukkan adanya keterlambatan dalam penanganan penyakit ini dengan persentasi 15,4%.
Ya, penyebab utama kusta masih merajalela di Indonesia adalah terlambatnya penanganan akibat minimnya pengetahuan masyarakat tentang gejala kusta serta masih tingginya stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK).
Membangun Mental Wellbeing, Mental Kuat Kusta Lenyap
Mungkin ada yang Sobat Ummi yang penasaran, apa hubungannya mental wellbeing ini dengan kusta? Tentu kamu pernah dengar, kesehatan mental itu mempengaruhi kesehatan fisik. Ya, ketika kita merasa stress bahkan depresi tentu akan menyebabkan penyakit fisik yang diterima akan semakin parah.
Itulah yang dirasakan orang dengan kusta, stigma dan diskriminasi pasti membuat mental mereka seketika down. Karena itulah perlu sekali membantu para penderita kusta dalam membangun mental wellbeing. Namun, sebelum saya menginfokan langkah-langkahnya. Ada baiknya saya beri tahu terlebih dahulu apa itu wellbeing.
American Psychological Association (APA) mendefinisikan well-being sebagai keadaan yang memiliki rasa bahagia, kepuasan, tingkat stres yang rendah, sehat secara fisik dan mental serta menjaga kualitas hidup yang baik.
Individu yang memiliki wellbeing tinggi menjaga kesehatan mental dan fisik agar mampu mengatasi tantangan,mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya.
Mental wellbeing inilah yang diharapkan pada kita semua tidak terkecuali orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan disabilitas. Artinya dengan membangun mental wellbeing ini diharapkan mereka kembali punya semangat untuk sembuh dan melanjutkan impian yang tertunda.
Lalu bagaimana caranya? Setidaknya ada lima cara yang bisa kita lakukan dalam membantu membangun mental wellbeing pada orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan disabilitas, antara lain:
Pertama: Menjalin Hubungan Baik
Jalin hubungan baik dengan orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan disabilitas. Saling memberi dukungan dan berbagi pengalaman positif akan sangat membantu membangun kesehatan mental kita.
Kedua: Ajak Mereka Aktif secara Fisik
Mens sana in corpore sano, sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang saya yakin sangat familiar dengan kita. Kalimat ini memiliki arti “jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat“. Karena itulah walaupun dalam keadaan sakit, kita harus tetap bergerak aktif agar tetap bugar dan bisa segera sembuh.
Ketiga: Dukung Pelajari Keterampilan Baru
Masih banyak OYPMK dan disabilitas yang kesulitan mendapatkan pekerjaan walaupun mereka sudah sepenuhnya sembuh. Nah, inilah saatnya kita memberikan dukungan dengan mengajak mereka mempelajari keterampilan baru.
Tidak hanya baik untuk mental, hal ini juga bisa meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan mereka harapan baru untuk mendapatkan pekerjaan sehingga memperbaiki perekonomiannya dan keluarganya.
Keempat: Ciptakan Perasaan Positif
Penelitian menunjukkan bahwa dengan menebar kebaikan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mental. Ciptakan perasaan positif, berikan penghargaan, dan menawarkan bantuan adalah contoh kecil yang bisa kita lakukan. Ini tentu akan membuat orang lain merasa bahagia dan merasa diakui keberadaannya.
Kelima: Menebar Awareness Terkait Isu Kusta
Untuk menumbuhkan mental wellbeing pada kusta, kita bisa melakukan awareness terkait isu kusta melalui berbagai media sosial dengan berbagi informasi yang benar dan sesuai fakta. Hindari juga penggunaan kata “mantan penderita”, “pengindap kusta”, dan kata kurang pantas lainnya yang akan melanggengkan stigma.
Selain itu, selayaknya kita menampilkan cerita, foto, gambar, video yang inspiratif secara rutin seperti mengisahkan perjuangan pasien kusta yang bangkit dari keterpurukan, berdamai dengan kondisinya dan berhasil meraih impiannya. Bukan hanya malah fokus ke sisi kelamnya saja.
Sekilas Tentang SUKA
Tidak hanya pemerintah yang bergerak dan berupaya dalam mengendalikan kusta. Nyatanya ada sebuah organisasi non-pemerintahan (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta yaitu Netherlands Leprosy Relief (NLR).
NLR ini didirikan di Belanda pada tahun 1967 untuk menanggulangi kusta dan konsekuensinya di seluruh dunia. Di Indonesia, NLR hadir pada tahun 1975 dan mulai bekerjasama dengan Pemerinta RI.
Saat ini NLR berkolaborasi bersama KBR (Kantor Berita Radio) yang merupakan lembaga penyedia radio Independen di Indonesia untuk menggaungkan isu kusta dan pembangunan inklusif melalui #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta (SUKA).
Kegiatan SUKA ini, rutin mengadakan program talkshow bulanan dan kampanye media sosial. Saya sendiri sudah pernah mengikuti acara talkshow secara langsung melalui zoom dengan tema Talkshow Ruang Publik – Melihat Potret Kusta di Indonesia pada 14 April 2021.
Jika Sobat Ummi ingin tahu lebih banyak tentang kusta bisa langsung ke media sosial NLR dan KBR khususnya Instagram yaitu @nlrindonesia dan @kbr.id. Atau jika ingin menyimak talkshownya juga bisa, langsung ke youtubenya Berita KBR. Salah satu video yang bisa disimak seperti di bawah ini.
Penutup
Menjadi diri sendiri yang bisa diakui oleh masyarakat tanpa embel-embel stigma negatif karena penyakit yang diderita merupakan impian bagi semua orang termasuk orang dengan kusta atau orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan disabilitas.
Bagaimana tidak, stigma negatif tentang kusta masih sangat melekat di masyarakat. Karena hal ini membuat mereka dikucilkan oleh lingkungan, tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapatkan pekerjaan, berpisah dengan pasangan dan ditolak di fasilitas umum bahkan tidak jarang di fasilitas pelayanan kesehatan.
Padahal mereka sangat butuh dukungan dari keluarga, teman dan masyarakat untuk sembuh dan membangun mental wellbeing.
Selain itu, mereka juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan yang lain untuk menjalani kehidupan normal tanpa diskriminasi dan mewujudkan cita-cita yang mereka dambakan.
Ayo, ikut berpartisipasi dan beri dukungan sekarang juga dengan cara masing-masing yang bisa kita lakukan. Agar Indonesia bebas dari kusta.
Sumber Bacaan :
- https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-3839350/inspiratif-idap-kusta-sejak-kecil-pria-ini-jadi-guru-dan-kepala-sekolah
- https://fkm.unair.ac.id/hari-kusta-sedunia-mengenal-kusta-hapus-stigma-dan-diskriminasi/
- http://p2p.kemkes.go.id/mari-bersama-hapuskan-stigma-dan-diskriminasi-kusta-di-masyarakat/
- https://www.klikdokter.com/info-sehat/kulit/mengungkap-mitos-dan-fakta-seputar-penyakit-kusta
- https://unkartur.ac.id/blog/2021/02/04/positive-mental-health-untuk-mewujudkan-well-being-2/
- https://www.youtube.com/watch?v=CpIaqQrdM-M&t=959s
- https://www.roemahaura.com/kusta-bukan-kutukan/